Jakarta,IndonesiaSurya.Com - Mungkin banyak orang NTT belum tahun bahwa ternyata, Dalam Kabinet Mohamad Natsir, yakni dari 6 September 1950 hingga 27 April 1951, seorang putra asli NTT dipercayakan untuk mengemban tugas sebagai menteri.
Sosok itu adalah Herman Johannes yang dikenal dengan nama Pak Jo. bertugas sebagai Menteri Pekerjaan Umum dan Rekonstruksi
Kabarnya, ia pernah membangun laboratorium persenjataan di Yogyakarta lho. Apakah benar? Berikut kisah selengkapnya.
Pak Jo adalah salah satu tokoh terkemuka di Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM) dan juga pahlawan nasional Indonesia.
Kontribusinya yang luar biasa di bidang pendidikan dan teknologi, serta peran aktifnya dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, menjadikannya sosok yang sangat dihormati. Pak Jo lahir di Rote, Nusa Tenggara Timur, pada 28 Mei 1912.
Sebagai putra keempat dari enam bersaudara, sejak kecil ia sudah menunjukkan bakat luar biasa dalam bidang akademis. Kemampuan bahasa Belanda yang dimilikinya memungkinkan Pak Jo melanjutkan pendidikan di Europe Lagere School (ELS) dan kemudian di MULO Makassar, AMS Batavia, serta THS Bandung.
Pada tahun 1946, Pak Jo meraih gelar insinyur dari STT Bandung di Yogyakarta, yang kemudian menjadi cikal bakal Fakultas Teknik UGM. Di UGM, beliau menjabat sebagai Dekan Fakultas Teknik, Dekan FMIPA, dan Rektor ke-2 UGM. Dalam perannya sebagai pendidik, Pak Jo mengabdikan diri untuk membentuk generasi baru ilmuwan dan insinyur Indonesia.
Selama masa studinya, beliau sudah mulai menulis artikel ilmiah yang dimuat di majalah de Ingenieur van Nederlandsch Indie dan mengajar di berbagai institusi seperti COMB Bandung dan SMT Menteng Raya.
Pak Jo juga memiliki peran signifikan dalam bidang militer. Selama pergolakan kemerdekaan Indonesia.ia membangun laboratorium persenjataan di Yogyakarta dan bertugas sebagai mayor.
Penemuan bahan peledak gondorukit (kombinasi gondorukem dan kaliumklorit) adalah salah satu sumbangsih pentingnya dalam bidang ini.
Selain itu, Pak Jo juga mengajar di Akademi Militer Yogyakarta.
Di ranah politik, pada tahun 1934, Pak Jo mendirikan Perhimpunan Kebangsaank Timor (PKT) yang berfokus pada peningkatan taraf pendidikan.
Ia juga mewakili daerah Sunda Kecil dalam Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP).
Atas jasa-jasanya, Pak Jo dianugerahi gelar Doktor Honoris Causa oleh UGM pada 19 Agustus 1975 dan mendapatkan berbagai penghargaan dari dalam dan luar negeri. Bahkan, namanya diabadikan dalam uang koin Rp100 oleh Bank Indonesia.
Baca juga ; https://indonesiasurya.com/fransiska-l-toja-terima-penghargaan-sebagai-nakes-teladan-tingkat-nasional-dari-menteri-kesehatan-ri-budi-gunadi-sadikin
Gedung Pancabrata Prof. Herman Johannes di Fakultas Teknik UGM, yang juga dikenal sebagai Engineering Research and Innovation Center (ERIC), merupakan salah satu bentuk penghormatan terhadap kontribusinya.
Pak Jo dikenal sebagai sosok yang sederhana, ulet, tekun, dan berpendirian teguh. Ia meninggal dunia pada 17 Oktober 1992 di Yogyakarta, meninggalkan warisan yang abadi bagi bangsa Indonesia dan dunia akademis.***