Saharudin Kordinator Lapangan menerangkan bahwa saat ini Polda sulteng terkesan melakukan upaya kriminalisasi terhadap masyarakat eks tambak udang Batui. Pasalnya dengan tuduhan pemalsuan dokumen enam masyarakat di tetapkan sebagai tersangka
"Negara yang terbitkan SKPT, PBB dan SPPT tapi masyarakat yang di tuduh melalukan pemalsuan dokumen. Ini merupakan upaya kriminalisasi" Tegas Beto, sapaan akrabnya.
Lanjut, Ketua LMND kota Palu juga itu menduga ada pihak yang tidak bertangung jawab ikut terlibat dalam peralihan HGU PT. Banggai Sentral Shrimp ke PT. Matra Arona Banggai.
Dalam aksi Front menuntut beberapa poin diantaranya, meminta DPRD Sulteng untuk menangguhakan proses hukum terhadap 6 masyarakat Batui yang telah di tetapkan tersangka atas laporan PT. Matra Arona Banggai.
Kedua meminta Kanwil Sulteng memperjelas dan mencabut HGU PT. MAB di tanah masyarakat yang telah memiliki amar putusan Pengadilan Negeri, SKPT, PBB dan SPPT.
Ketiga meminta Kapolda Sulteng untuk mengusut dugaan Gratifikasi dalam penerbitan HGU PT. MAB dan terkahir meminta Pemda Sulteng untuk menyelesaikan konflik masyarakat dengan PT. MAB.
Setelah menyampaikan orasi politiknya, kemudian massa melakukan Rapat dengar pendapat (RDP). Sri Indrianigsi Lalusu dalam memimpin rapat Komisi 1 DPRD Sulteng mengatakan bahwa akan segera membentuk tim penyelesaian konflik masyarakat eks tambak udang Batui.
Adapun kronologisnya, sebelumya dari tahun 1930-an warga Batui, Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah telah menguasai tanah leluhur yang sekarang berada di lahan eks tambak udang di kelurahaan Sisipan, Kecamatan Batui. Mayoritas warga yang menguasai tanah merupakan petani dan pekebun dengan tanaman produktif seperti Padi, Sagu, Kelapa dalam, Jagung dan lain-lain.
Kemudian tahun 1980-an PT. Banggai Sentral Shrimp (BSS) di kawal oknum kepolisian melakukan penggusuran, perampasan hingga pengusiran terhadap warga Kecamatan Batui. Akibatnya mendapatkan reaksi masyarakat akan tetapi pihak perusahaan melakukan upaya intimidasi dan bagi rakyat yang melakukan perlawanan dituduh merupakan jaringan anggota Partai Komunis Indonesia.
Pada 19 oktober 1994 Badan Pertanahan Nasional pula menerbitkan Sertifikat HGU di tanah warga dengan nomor (04/HGU/BPN/B51/94) yang dulunya berada di Desa Batui dan saat ini berstatus kelurahan sisipan. Sementara perjuangan warga terus dilakukan hingga tahun 2011.
Selang satu tahun, pada tanggal 30 Juli 2012 pemilik lahan melakukan gugatan dan di putus pada tanggal 6 April 2013 dengan nomor (44/Pdt.G/2012/PN.Luwuk). Dalam point putusan pengadilan adalah (No. 04/HGU/BPN/B51/94) tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum.
Di bulan juli 2019 Pemerintah Kabupaten Banggai menerbitkan dan mengeluarkan SKPT SPPT dan PBB kepada 160 pemilik dengan total luasan 218 Hektare. Namun, di tahun 2022 PT. Matra Arona Banggai mengklaim telah memiliki HGU di tanah warga.
Dalam data yang di akses Front perjuangan warga pemilik eks lahan tambak udang Batui bahwa berdasarkan nomor SK Pengesahan AHU-0053233.AH.01.01.Tahun2019 pihak perusahaan berdiri di tanggal 14 Oktober 2022. Dan terlebih dahulu amar putusan, SKPT SPPT dan PBB dibandingkan hadirnya PT. MAB
Pihak perusahaan PT. MAB mengklaim memiliki HGU 01 dan 02 dari pengalihan HGU PT. BSS. Sedangkan dalam RKL-UPL dan Amdal PT. BSS jelas HGU (04/HGU/BPN/B51/94) HGU ada dan di batalkan oleh putusan Pengadilan.
Saat hering di DPRD Banggai juga pihak PT. MAB telah melangkahi amar putusan pengadilan negeri Luwuk dengan tidak mengakui atas objek sengketa dalam amar putusan pengadilan. Tak hanya demikian PT. MAB terus melakukan upaya adu domba terhadap warga dengan menyuruh satpam, humas hingga oknum warga lainya untuk melakukan pengrusakan dan pengusiran serta sosialisasi paksa di lahan warga pemilik eks lahan tambak udang Batui.