Indonesiasurya.com, Lembata - Peraturan Mentri (Permen) ATR KBPN Nomor 14 Tahun 2022 tentang Penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau (RTH) sudah secara gamblang menulis bahwa pemanfaatan RTH publik tidak di pungut biaya lantas bagaimana RTH di Lembata yang sudah terlanjur di pungut?
Pada pasal 22 permen ATR tersebut dijelaskan pada ayat 1 terkait pemanfaatan ruang terbuka hijau yang mencakup, RTH Publik, RTH Privat dan RTH Privat yang dimanfaatkan publik
Dalam ayat 2 : permen tersebut dikatakan bahwa, Pemanfaatan RTH Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a tidak dikenakan biaya. Sementara RTH Privat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dimanfaatkan sesuai kepemilikannya. Dan RTH Privat yang dimanfaatkan publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dapat dimanfaatkan
sesuai dengan perjanjian atau kerja sama.
Lantas bagimana dengan RTH di kecamatan Nubatukan kabupaten Lembata seperti, lapangan eks harnus dan taman kota yang beberapa tahun belakangan di pungut biaya oleh pihak kecamatan?
Publik berharap aparat penegak hukum mendalami dan jika ditemukan adanya pungutan liar (pungli) maka. Mesti di proses hukum.
Keberadaan ruang terbuka hijau berperan penting dalam menjaga lingkungan (ecosystem services) sebagai ruang yang dapat berfungsi ruang sosial budaya, resapan air, ekonomi, estetika, serta fungsi lainnya.
Keberadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH), Ruang Terbuka non Hijau (RTNH), maupun Ruang Terbuka Biru (RTB) dalan kawasan perlu diperhitungkan sebagai satu kesatuan ekologi saling terhubung.
Di samping itu pula, penyediaan dan peruntukan RTH termasuk di dalamnya RTNH dan RTB, perlu mempertahankan dan menguatkan nilai ekologis serta sebagai wujud kearifan lokal masyarakat.
Undang-Undang Penataan Ruang Nomor 26 Tahun 2007 yang telah diubah dalam Undang-Undang Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020
mengamanatkan pemerintah daerah untuk menyediakan ruang terbuka hijau baik RTH maupun RTNH. Yang mana Sebelumnya juga telah ada pedoman yang mengatur penyediaan dan pemanfaatan RTH dan RTNH dalam 2 (dua) pedoman terpisah yaitu Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyelenggaraan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 12/PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Non Hijau di Wilayah Kota/Kawasan Perkotaan yang di dalamnya memuat ketentuan terkait penyediaan dan pemanfaatan RTB.
Oleh Undang-Undang., baik RTH, RTNH, maupun RTB memiliki potensi yang besar untuk berkontribusi secara ekologis, sosial budaya, resapan air, ekonomi, estetika, maupun penanggulangan bencana bagi kehidupan masyarakat kota dan lingkungannya.
Dengan pertimbangan tersebut, maka pengintegrasian RTH, RTNH khususnya yang berupa material ramah lingkungan, dan RTB menjadi penting sebagai upaya dalam menyediakan dan memanfaatkan RTH berkualitas untuk keberlanjutan lingkungan kota maupun kawasan (ecoregion).
Penyediaan dan pemanfaatan RTH berkualitas dihadapkan pada tantangan keterbatasan lahan atau harga lahan yang tinggi. Kurangnya kesadaran terkait pentingnya RTH juga berdampak pada rendahnya partisipasi seluruh pihak yang berpotensi sebagai penyedia dan pemanfaat RTH. Hal ini menuntut adanya solusi penyediaan dan
pemanfaatan RTH yang lebih baik, cepat, dan tepat agar tetap menjamin kualitas dan proporsi kuantitas RTH ideal.
Isu permasalahan dalam penyediaan dan pemanfaatan RTH di lingkungan kota menuntut perubahan skema penghijauan kota sebagai
solusi yang tepat bagi wilayah kota maupun kawasan perkotaan dengan permasalahan kepadatan yang tinggi, pembangunan berskala besar dan cepat, atau kota dengan permasalahan spesifik seperti banjir, kekurangan area hijau, atau kehilangan sumber daya hayati, yang dapat diperburuk tanpa adanya perencanaan untuk penyediaan dan pemanfaatan RTH yang tepat.
RTH berkualitas sebagai paradigma baru yang memadukan RTNH yang menggunakan material ramah lingkungan maupun RTB di dalamnya dapat menjadi solusi yang tepat dengan metode perhitungan Indeks Hijau- Biru Indonesia (IHBI) sebagai indikator pencapaian dan faktor hijau sebagai nilai kualitas dari setiap elemen pembentuk RTH.
RTH berkualitas menjamin ketersediaan ruang terbuka yang tidak hanya berkontribusi secara ekologis, namun juga menjamin kebermanfaatan ruang untuk aktivitas sosial masyarakat yang sehat, aman, nyaman, interaktif, edukatif, rekreatif, dan partisipatif. Melalui pendekatan baru ini, maka seluruh ruang terbuka yang memiliki fungsi ekologis dan sosial dapat diperhitungkan menjadi bagian dari RTH.