Saat ini, kebiasaan living together atau tinggal bersama pasangan sebelum menikah mulai semakin umum, terutama di lingkungan kos-kosan.
Fenomena ini menjadi sorotan karena berhubungan erat dengan nilai-nilai budaya dan kepercayaan masyarakat, khususnya dari orang tua yang masih memegang teguh norma kesopanan dan tata krama.
Bagi sebagian mahasiswa, tinggal bersama pasangan dianggap sebagai bentuk pendekatan realistis dalam menjalani hubungan, sekaligus untuk menghemat biaya hidup dan mengenal karakter satu sama lain secara intens.
Mereka menilai kebiasaan ini dapat membantu mempersiapkan diri menuju jenjang pernikahan yang lebih matang.
Namun, di sisi lain, orang tua seringkali merasa khawatir dan menilai bahwa living together sebelum menikah bisa merusak moral dan nilai keluarga tradisional.
Kepercayaan orang tua yang kuat terhadap norma agama dan budaya membuat mereka sulit menerima kebiasaan ini, karena risiko dampak negatif seperti hilangnya rasa hormat, potensi pergaulan bebas, dan tekanan sosial.
Penting bagi mahasiswa yang memilih gaya hidup ini untuk tetap menjaga komunikasi terbuka dengan orang tua agar dapat mengurangi kesalahpahaman.
Mahasiswa juga perlu menyadari tanggung jawab moral dan sosial dalam menjalani hubungan, sehingga tidak hanya sekadar mengikuti tren, tetapi memegang nilai budi pekerti dan etika.
Selain itu, perlu ada dialog yang konstruktif antara generasi muda dan orang tua untuk mencari pemahaman bersama tanpa saling menghakimi.
Dengan cara ini, mahasiswa di Kupang bisa menjalani kehidupan kampus yang lebih harmonis dan tetap menjaga kepercayaan serta harapan orang tua