Indonesiasurya.com, Lembata - Peraturan bupati Lembata nomor 61 tahun 2024 yang ditandatangani oleh Penjabat Bupati Paskalis Ola Tapobali, pada 3 Desember 2024 lalu, hanya berlaku 38 hari yang kemudian dicabut pada 13 Januari 2025. Hal ini kemudian melahirkan sejumlah spekulasi, ada apa di balik semua ini? Mungkinkah ada upaya pihak tertentu menjebak pihak lain?
Fraksi Golkar DPRD Lembata telah secara terbuka dalam pandangan umum fraksi beberapa waktu lalu meminta pemerintah untuk melakukan evaluasi.
Fraksi Golkar Indonesia memberikan 10 catatan kepada pemerintah dalam pemandangan umum fraksi tersebut, dimana pada poin ke 9 dan 10 jelas dipaparkan soal perbup 61 yang hanya berlaku 38 hari tersebut.
Pada poin 9. Fraksi Golkar Indonesia menjelaskan bahwa, Berkaitan dengan dampak dari pemberlakuan dan pencabutan Perbub Nomor 61 tahun 2024 tentang Besaran Tunjangan Perumahan dan Tunjangan Transportasi anggota DPRD Kabupaten Lembata, yang membentuk beberapa temuan kelebihan bayar pada lingkup Sekretaris DPRD sebagaimana LHP BPK tanggal 19 Juni 2025, dan selanjutnya diberlakukan pembayaran besaran tunjangan perumahan dan transportasi anggota DPRD berdasarkan SK Bupati nomor 453 tahun 2023 tentang Standar harga satuan khusus TA 2024, yang dinilai tidak sesuai ketentuan maka; Fraksi Golkar Indonesia mendorong Pemerintah Daerah untuk segera membuat Perbup yang mengatur secara khusus, besaran tunjangan perumahan dan transportasi anggota DPRD agar menghindari kekeliruan penggunaan dasar hukum di kemudian hari.
Dan pada poin ke 10. Faksi Partai Golkar Indonesia meminta ketegasan Bupati Lembata untuk mengevaluasi dan memberikan teguran keras, pada pimpinan SKPD terkait, yang dinilai melakukan kelalaian atas tanggungjawabnya, sehingga terjadi polemik temuan kelebihan bayar dan salah prosedural
Sementara itu, Rafael Ama Raya.,S.H.M.H pengacara muda Lembata kepada Indonesiasurya.com menanyakan, apa alasan pemerintah mencabut perbup 61/2024 ini?
Bagi Ama Raya, normatifnya perbup ini dicabut sebelum anggaran di realisasi tapi jika anggaran sudah direalisasi baru kemudian. Perbup di batalkan maka kita patut menduga ada skenario apa? Apakah ini upaya menjebak atau apa? Tanya Ama.
"Saya minta agar APH ambil langkah hukum memproses dugaan tindak pidana korupsi ini, karena ada kerugian negara" tegas Ama Raya.
Masih menurut Tokoh muda Lembata ini, bahwa biasanya BPK dalam menyampaikan hasil audit, tidak menyertakan satupun klausul yang mengatakan bahwa uang kerugian negara harus dikembalikan.
Kita minta Pemerintah harus jelaskan secara terbuka alasan dibatalkannya perbup 61 ini.
Bagi Ama Raya, Berdasarkan pasal 65 ayat 6 UU 23/2014 menyatakan bahwa PJ bupati memiliki kewenangan untuk menyusun dan menetapkan peraturan termasuk perbup. Lantas kenapa perbup 61 dicabut?
Ama Raya mengatakan, Pada Peraturan yang juga relevan seperti dalam Permendagri 80/2015 tentang pembentukan. Produk hukum daerah yang menyangkut tentang penyusunan dan jenis-jenis peraturan kepala daerah
Yang tidak bisa dilakukan oleh Penjabat Bupati adalah, mutasi pegawai, membatalkan perizinan yang telah dikeluarkan dan membuat kebijakan yang bertentangan dengan kebijakan sebelumnya kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri dalam negeri.
"Kalau dibilang cacat prosedural maka harus dijelaskan dibagian mana yang cacat? Jika setelah realisasi anggaran baru perbup di cabut maka memang pantas kita menduga ada apa? pungkas Ama Raya.
Penelusuran media ini menyebutkan, perbup 61 tentang besaran tunjangan bagi anggota DPRD diterbitkan tanggal 3 Desember 2024, dan surat pemberitahuan terkait perbup ini baru ada tanggal 30 Desember 2024 dan sekretariat DPRD terima salinan perbup tersebut tanggal 7 Januari 2025. Anehnya perbup tersebut di cabut kembali oleh pemerintah tanggal 13 Januari 2025.
Padahal pihak sekwan telah mengusulkan gaji dan tunjangan DPRD tanggal 29 November 2024 untuk diproses dan SP2D dari badan keuangan daerah keluar tanggal,, 1 Desember 2024 kemudian uang ditransfer ke rekening sekwan pada 4 Desember 2024 dan tanggal 5 didistribusikan ke rekening anggota dewan. Jikalau perbup tersebut telah keluar mengapa badan keuangan daerah dan bagian hukum Setda Lembata tidak menyampaikan ke sekretariat DPRD (sekwan) agar Usulan gaji dan tunjangan DPRD disesuaikan dengan peraturan Bupati terbaru?
Ada sejumlah pertanyaan publik bahwa mengapa penjabat Bupati kala itu tidak menginformasi ke sekwan?
Mengapa juga badan keuangan daerah dan bagian hukum Setda Lembata tidak menyampaikan tentang perbup tersebut?
Lantas mengapa setelah realisasi anggaran untuk anggota dewan dilakukan baru kemudian perbup tersebut di cabut?