Indonesiasurya.com Boto - Derai sukacita dan haru membanjiri Lapangan Bola Belabaja, Kecamatan Nagawutung, pada Selasa (1/7) sore, ketika umat berkumpul dalam perayaan iman yang langka dan istimewa, Pesta Perak 25 Tahun Imamat Pater Patrisius Breket Mudaj, SSCC.
Dibalut semangat persaudaraan dan syukur, umat Katolik dari dua stasi – Belabaja dan Labalimut, menyatu dalam sebuah misa akbar yang tak hanya merayakan kesetiaan seorang imam, tetapi juga menggemakan panggilan bersama untuk membangun Lembata yang manusiawi dan bermartabat.
Di hadapan altar yang sederhana namun penuh makna, Pater Pankrasius Kraeng, SSCC, sang Pimpinan Provinsial, memimpin misa kudus didampingi Yubilaris, Pater Patrisius sendiri, serta Romo Eman, Pr, Pastor Paroki Santu Yosef Boto.
Doa, nyanyian, dan kidung pujian membubung tinggi ke puncak gunung Labalekan, ke langit Nagawutung yang cerah seolah mengamini moto hidup Yubilaris: 'Ia Membuat Segala Sesuatu Indah Pada Waktunya.'
Tak dapat hadir secara langsung, Bupati Lembata, P. Kanisius Tuaq, bersama Wakil Bupati, H. Muhammad Nasir, menyampaikan pesan hangat dan penuh makna lewat sambutan tertulis yang dibacakan oleh Asisten Administrasi Umum Sekda Lembata, Yohanes Berchmans Daniel Dai.
Dalam nada tulus dan reflektif, Bupati mengungkapkan rasa hormat dan proficiat atas pengabdian Pater Patrisius yang telah menapaki jalan imamat selama seperempat abad.
“Atas nama seluruh masyarakat Lembata, saya menyampaikan proficiat kepada Pater Patrisius. Kami percaya, keputusan beliau menjadi imam adalah karena perjumpaan mendalam dengan Yesus. Dua puluh lima tahun bukan perjalanan mudah, tapi beliau menjalaninya dengan setia,” ungkap Bupati Tuaq.
Lebih dari sekadar ucapan selamat, Bupati menegaskan bahwa momentum ini adalah refleksi bersama. Bagi awam, pesta perak ini adalah undangan untuk menjadi pelita di tengah zaman, mewartakan Kristus dalam segala bidang baik pemerintahan, ekonomi, budaya, bahkan politik.
“Awam adalah agen pastoral. Mari kita tampilkan warna Kristiani dalam tugas dan pengabdian kita. Gereja dan Pemerintah harus bergandeng tangan mengurai persoalan zaman,” tegasnya.
Bupati juga menyentuh peran vital Gereja Katolik dalam pembangunan daerah. Ia mengajak para imam, biarawan-biarawati, serta umat untuk menjadi suara kenabian dan tangan penggerak perubahan, khususnya bagi generasi muda.
“Gereja bisa jadi ujung tombak pembangunan kesadaran masyarakat. Kita bangun Lembata dari hal-hal kecil yang berdampak nyata. Panggilan Pater Patrisius hendaknya menjadi inspirasi bagi anak muda Lembata,” lanjutnya.
Tak hanya misa, perayaan ini berubah menjadi festival iman dan budaya. Koordinator liturgi dari Stasi Labalimut menghadirkan koor luar biasa dengan harmonisasi merdu yang membuat umat hanyut dalam kekhidmatan.
Usai misa, pentas budaya berlangsung meriah, tarian adat, kronik nyanyian, dan puisi religius menyatu dalam satu alur yang menghormati panggilan luhur sang Yubilaris.
Dua MC handal, Yohanes Wai Asan dan Yoseph Enga Alior, memandu jalannya acara dengan apik, menghadirkan suasana pesta yang hidup namun tetap sakral.
Perayaan ini tidak semata mengenang masa lalu, tetapi juga menyalakan api harapan. Ketika seorang anak Belabaja menempuh jalan panggilan dan bertahan 25 tahun dalam kesetiaan, Lembata pun belajar bahwa kesetiaan bukan hal yang kuno, tetapi sesuatu yang menyelamatkan dan menumbuhkan.
“Terima kasih kepada orang tua dan keluarga yang mempersembahkan anaknya untuk Tuhan. Kiranya Tuhan memberkati seluruh karya pelayanan Pater Patrisius dan membangkitkan lebih banyak lagi panggilan suci di tanah ini,” tutup Bupati dalam sambutannya.
Dalam sebuah dunia yang terus berubah, di tengah gempuran zaman modern yang sering kali melupakan nilai-nilai rohani, pesta perak ini menjadi oase spiritual dan pernyataan iman kolektif bahwa panggilan suci masih hidup, bahwa pelayanan adalah jalan mulia, dan bahwa Lembata punya harapan, lewat tangan-tangan kecil yang setia melayani dalam diam.