Indonesiasurya.com, Kupang - Pemerintah Provinsi NTT terus mencari jalan dan upaya untuk menutup celah fiskal dan Ketua Komisi III DPRD NTT, Yohanes De Rosari, sangat mendukung rencana Gubernur NTT, Melkiades Lakalena, untuk menjual sejumlah aset milik pemerintah daerah.
Yohanes berharap agar seluruh proses harus sesuai regulasi sehingga tidak menimbulkan masalah hukum di kemudian hari
Pada Prinsipnya, kami mendukung langkah strategis ini selama tetap dalam koridor aturan, khususnya merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah,” ujar Yohanes
PP 28/2020 memperjelas mekanisme pengelolaan aset, termasuk perencanaan, pemanfaatan, hingga pemindahtanganan, yang hanya bisa dilakukan setelah melalui proses penilaian ekonomis.
Menurut Yohanes, sejumlah aset milik Pemprov NTT di Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta sudah tidak produktif. Khusus aset di Yogyakarta, penjualan tidak dimungkinkan karena statusnya sebagai bangunan cagar budaya.
“Kalau tidak bisa dikelola secara produktif, sebaiknya kerja sama dengan pihak ketiga atau lakukan tukar guling, tentu setelah ada penilaian yang sah,” tegasnya.
Ia juga menyoroti aset lahan di Kibolok seluas 900 meter persegi yang harus segera dimanfaatkan, serta gerakan BUMD seperti PT. Flobamora agar berbenah demi kontribusi nyata terhadap pendapatan daerah.
Keterbatasan ruang fiskal daerah menjadi alasan utama pemanfaatan dan penjualan aset.
Yohanes menjelaskan bahwa tahun ini saja belanja infrastruktur jalan menghabiskan lebih dari Rp184 miliar, sebagian ditopang oleh pengembalian dana Pilkada.
Dalam kondisi tersebut, Pemprov NTT berupaya meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) melalui optimalisasi aset dan penertiban pajak kendaraan bermotor.
Yohanes menekankan tunggakan pajak kendaraan di NTT sangat tinggi, bahkan lebih dari 50 persen, termasuk kendaraan dinas berpelat merah.
Selain aset, Yohanes menyoroti peran BUMD yang belum optimal dalam mendukung keuangan daerah. Menurutnya, hotel dan pelabuhan milik pemerintah sebaiknya dikelola bersama mitra usaha profesional agar tidak menjadi beban daerah.
“Kita perlu cari mitra usaha yang punya kapasitas. Jangan sampai aset ini jadi beban daerah karena tidak dikelola secara maksimal,” ujarnya.
Meski regulasi sudah tertuang dalam Perda Nomor 1 Tahun 2024 sebagai turunan dari UU Nomor 1 Tahun 2022, Yohanes menilai implementasinya masih lemah.
Ia mencontohkan minimnya realisasi pajak alat berat di 22 kabupaten/kota NTT yang hanya sekitar Rp38 juta. Karena itu, ia mendorong agar Badan Pendapatan dan Aset Daerah dibekali regulasi kuat untuk mengoptimalkan pengelolaan aset dan pajak sesuai aturan.
Harapan kami, regulasi bisa diperkuat agar pemungutan pajak dan pengelolaan aset lebih maksimal,” tutup Yohanes.