Indonesiasurya.com, Lembata - Dukungan dan apresiasi diberikan oleh Astria Blandina Gaidaka anggota DPRD Provinsi NTT Partai Demokrat atas kegiatan festival Muro yang diselenggarakan masyarakat adat desa kolongtobo kecamatan ilepae dan di fasilitasi oleh LSM Barakat
Astria Blandina Gaidaka Politisi perempuan asal Pura Alor, hadir saat masyarakat adat lima desa pemilik wilayah Muro (Teluk) menggelar Festival Buka Muro.
"Saya kagum dan memberikan apresiasi juga dukungan kepada masyarakat adat yang telah menjaga hubungan harmonis dengan alam" ujar Astria kepada indonesiasurya.com
Festival Buka Muro dengan Ritual yang sarat nilai sakral ini merupakan cara masyarakat adat menjaga hubungan harmonis dengan alam, sekaligus menandai awal musim panen hasil laut.
Lima desa pemilik teluk Muro, yakni Dikesare, Tapo Baran, Lamatokan, Todanara, dan Kolontobo, hadir lengkap dalam prosesi adat tersebut. Upacara yang digelar setiap beberapa tahun sekali ini diyakini mampu menjaga kelestarian biota laut, serta menjadi pengingat bahwa laut bukan sekadar sumber hidup, tetapi juga bagian dari warisan leluhur yang harus dihormati.
Hadir dalam kesempatan ini, Linu Lusi mewakili Gubernur NTT, serta rombongan DPRD Provinsi di antaranya Viktor Mado Watun, Alex Ofong, Leo Lelo, dan Astria Blandina Gaidaka.
Dari pemerintah daerah, hadir Yakobus Wuwur, Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Lembata, bersama Ketua DPRD Kabupaten Lembata Syafruddin Sira dan sejumlah anggota dewan lainnya, termasuk tokoh adat Sebastianus Muri.
Rangkaian Ritual
Prosesi dimulai dengan ritual minta leluhur Lewotanah yang dilaksanakan di pusat kampung (Lewokukung). Tuak putih menjadi simbol persembahan kepada leluhur, kemudian dilanjutkan dengan pau boi atau pemberian sesajian bagi “pemilik laut”.
Setelah upacara, masyarakat bersama-sama memanjatkan doa syukur serta permohonan restu agar hasil laut tahun ini berlimpah.
“Ini adalah ungkapan syukur sekaligus permintaan maaf kepada alam. Jika tahun lalu ada kesalahan dari kami, maka lewat ritual ini kami memohon ampun dan restu.
Semoga hasil laut tahun ini mencukupi kebutuhan masyarakat,” ungkap Yakobus Asan, Atamolan atau pemimpin ritual, kepada media, Jumat, (22/08)
Pandangan Generasi Muda
Anggota DPRD Provinsi NTT, Astria Blandina Gaidaka, yang turut hadir, mengaku terkesan dengan tradisi ini.
“Saya baru pertama kali menyaksikan ritual adat seperti ini. Muro ditutup selama dua tahun, dan masyarakat tidak boleh melaut sebelum dibuka secara adat. Ini luar biasa, budaya yang harus kita pertahankan,” ujarnya.
Astria juga menekankan pentingnya keterlibatan generasi muda. “Anak-anak muda yang tumbuh di era digital perlu datang, melihat, dan melestarikan budaya kita. Tradisi ini bukan sekadar ritual, tetapi identitas dan warisan leluhur yang harus dijaga bersama,” tambahnya.
Penjaga Harmoni Alam
Festival Muro bukan hanya seremoni adat, tetapi juga sebuah pesan kuat tentang kearifan lokal dalam menjaga ekologi laut. Dengan menahan diri untuk tidak melaut hingga waktu yang ditentukan adat, masyarakat Muro secara tidak langsung memberi kesempatan bagi ekosistem laut untuk pulih dan berkembang. (Bedos)