Ungkap Realita Sosial

Logo Banggainesia
Local Edition | | Todays News


Masalah Sampah di Kota Kupang, Sebuah Tantangan

Nama : Angela Wilyuni Fore Seran Program Studi : Ilmu Komunikasi

IndonesiaSurya
Jumat, 24 Oktober 2025 | 10:05:48 WIB
Foto

Sampah adalah masalah lingkungan yang serius di Kota Kupang, karena tidak kunjung habis dibicarakan. Banyak sekali sampah yang dibuang sembarangan di pinggir jalan, bahkan ada juga yang membuangnya di pantai, padahal pantai adalah tempat favorit bagi masyarakat Kota Kupang.

Pemerintah sudah menyiapkan tempat pembuangan sampah, tetapi banyak masyarakat yang belum sadar untuk membuang sampah pada tempatnya.

Beberapa hal yang paling mencolok yaitu :
Volume & kapasitas penanganan yang belum memadai Produksi sampah rumah tangga di Kupang sangat besar, sebagian besar organik, yang idealnya bisa dikelola lokal (kompos, biogas), tetapi fasilitas pengolahan dan angkutan masih terbatas. Bahkan meski sudah ada upaya pengangkutan dan anggaran, tersisa banyak titik sampah menumpuk karena keterlambatan pengangkutan atau infrastruktur yang belum optimal.

Kesadaran masyarakat, perilaku, dan partisipasi
Banyak laporan menunjukkan bahwa perilaku membuang sampah sembarangan masih marak di jalan, di pantai, di pinggiran jalan  terutama karena kurangnya bak sampah, jarak ke tempat pembuangan sementara, atau karena tempat tersebut penuh dan tidak terawat.

Edukasi, insentif, dan penegakan aturan masih belum merata dan belum cukup kuat untuk mengubah kebiasaan masyarakat secara signifikan.

Beberapa langkah yang saya kira penting:
1.Peningkatan kapasitas angkutan & pengolahan sampah, terutama di tiap kecamatan/kelurahan.
2.Pengembangan fasilitas pengolahan sampah organik di tingkat lokal (kompos, biogas).
3. Sistem pemilahan sampah dari rumah tangga menjadi kebiasaan umum, disertai insentif atau reward.
4.Partisipasi masyarakat dengan pengawasan sosial, misalnya lewat RT/RW dan kelompok lingkungan

Sampah Kota Kupang: Cermin Ketidakdisiplinan dan Tantangan Peradaban Kota Pesisir

Kota Kupang, ibu kota Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), tumbuh pesat sebagai pusat pemerintahan, perdagangan, dan pendidikan di kawasan timur Indonesia. Namun, di balik geliat pertumbuhan dan pembangunan fisik yang tampak di berbagai sudut kota, terselip masalah klasik yang belum juga terselesaikan: persoalan sampah.

Dari pinggir jalan utama hingga ke pantai, dari kawasan perumahan hingga pasar tradisional, sampah menjadi bagian tak terpisahkan dari lanskap visual kota ini.

Keberadaan tumpukan sampah bukan sekadar gangguan estetika, tetapi mencerminkan kompleksitas sosial, budaya, dan tata kelola perkotaan yang belum matang.

Fenomena ini menimbulkan pertanyaan mendasar: mengapa persoalan sampah di Kota Kupang seolah menjadi masalah yang abadi, sulit ditangani meski berbagai program kebersihan telah diluncurkan? Jawaban terhadap pertanyaan tersebut tidak dapat dilihat dari satu sisi semata. Ia harus dilihat sebagai interaksi antara perilaku masyarakat, kebijakan pemerintah, dan nilai-nilai budaya lokal yang membentuk karakter kolektif warga kota.

Tulisan ini berupaya menelaah persoalan sampah di Kota Kupang secara lebih mendalam, dengan memadukan pendekatan sosial, budaya, ekonomi, dan lingkungan. Melalui analisis tersebut, kita diharapkan dapat melihat masalah ini bukan hanya sebagai isu kebersihan, melainkan juga sebagai potret moralitas dan peradaban perkotaan.

Sampah Sebagai Cermin Peradaban
Sampah sejatinya adalah produk dari kehidupan modern. Di setiap kota besar di dunia, sampah merupakan konsekuensi logis dari konsumsi dan produksi. Namun, yang membedakan kota maju dengan kota yang belum tertata bukanlah jumlah sampah yang dihasilkan, melainkan cara kota tersebut mengelola dan memperlakukan sampahnya.

Di kota-kota seperti Tokyo atau Singapura, sampah menjadi sumber energi dan ekonomi baru. Di sana, masyarakat memiliki kesadaran tinggi akan pentingnya memilah dan mengelola sampah. Sebaliknya, di Kota Kupang, sampah masih sering diperlakukan sebagai benda tak bernilai, sisa yang harus dibuang, bukan diolah.

Kondisi serupa juga terlihat di kawasan pesisir, terutama di Pantai Nunsui, Pantai Lasiana, dan Teluk Kupang.

Sampah plastik yang hanyut dari daratan berakhir di pantai, mengotori ekosistem laut dan mengancam biota pesisir. Ironisnya, kawasan yang seharusnya menjadi destinasi wisata andalan justru berubah menjadi tempat pembuangan tak resmi.

Situasi ini menimbulkan paradoks: kota yang ingin berkembang menjadi kota pariwisata justru gagal menjaga kebersihan yang menjadi prasyarat utama destinasi wisata.


Bagikan

KOMENTAR (0)

Alamat Email anda tidak akan ditampilkan. Wajib diisi untuk kolom *

Berita Terkini

Moke Dan Generasi Muda

Oleh: Quintus Febryono Ganggas Mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi UNWIRA Kupang

| Minggu, 26 Oktober 2025
Guru SMA/SMK Lembata Nyalakan Semangat Pembelajaran Bermakna Lewat Pelatihan Pembelajaran Mendalam

Pembelajaran mendalam dimulai dari guru yang berani belajar ulang, berani bertanya, dan berani keluar dari zona nyaman

| Minggu, 26 Oktober 2025
AI Menjadi Buku Utama Mahasiswa

Penulis ; REDEMPTUS SERAN BRIA MAHASISWA ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS WIDYA MANDIRA SEMESTER 5

| Minggu, 26 Oktober 2025
Program Makan Bergizi: Niat Baik yang Tergelincir di Pelaksanaan

Oleh ; Margareta Tei Wesa Esa Mahasiswi Fakultas Ilmu Komunikasi UNWIRA Kupang NIM:43123019

| Minggu, 26 Oktober 2025
PENDIDIKAN YANG MASIH MINIM DI DAERAH TERPENCIL

Penulis : Ahason Lae Nim : 43123041 Semester : 5 Prodi Ilmu Komunikasi

| Minggu, 26 Oktober 2025
PENTINGNYA MENJAGA KESEHATAN MENTAL BAGI KEHIDUPAN

Penulis : maya marsita pellondou Mahasiswa ilmu komunikasi

| Minggu, 26 Oktober 2025
Indeks Berita

Poling

Silakan memberi tanggapan anda ! Siapa calon bupati dan calon wakil bupati yang kalian anggap layak pimpin lembata 2024-2029?

TERKONEKSI BERSAMA KAMI
Copyright © 2025 Indonesia Surya
Allright Reserved
CONTACT US Lembata
Lembata, Nusa Tenggara Timur
Telp: +6281334640390
INDONESIA SURYA
Viewers Now: 10