Sebagai seorang mahasiswa yang menganalisis berita berdasarkan fakta dan logika, saya melihat kasus korupsi dana pendidikan sebagai contoh klasik dari bentuk ketidakadilan yang merampas hak banyak orang.
korupsi di sektor pendidikan yang merugikan masyarakat luas. Di satu sisi, penetapan tersangka oleh Kejati NTT patut diapresiasi sebagai langkah positif dalam penegakan hukum.
Ini menunjukkan komitmen aparat penegak hukum untuk menindak pelaku korupsi, terutama di daerah seperti NTT yang sering menghadapi tantangan infrastruktur.
Dengan kerugian Rp5,8 miliar, jumlah ini cukup signifikan—bisa digunakan untuk membangun atau merehabilitasi lebih banyak sekolah, meningkatkan kualitas pendidikan bagi ribuan siswa di daerah terpencil.
Namun, dari sudut pandang kritis, kasus ini menyoroti masalah sistemik yang lebih dalam: lemahnya pengawasan dan transparansi dalam pengelolaan anggaran publik.
Proyek rehab sekolah seharusnya menjadi prioritas untuk memajukan generasi muda, tapi korupsi seperti ini justru memperburuk ketimpangan sosial dan pendidikan.
Jika tidak ada reformasi struktural—seperti audit rutin, digitalisasi pengadaan, dan partisipasi masyarakat—kasus serupa akan terus berulang.
Saya berpendapat bahwa pemerintah perlu memperkuat mekanisme pencegahan, seperti melalui UU Tindak Pidana Korupsi yang lebih tegas atau program edukasi anti-korupsi di tingkat daerah.
Pada akhirnya, ini bukan hanya soal hukuman, tapi tentang membangun kepercayaan publik bahwa uang rakyat digunakan untuk kepentingan bersama, bukan kepentingan pribadi.